Jumat, 19 Agustus 2011

RIWAYUAT HIDUP KH. HAYIM ASY'ARI

A. Riwayat Hidup K.H. Hasyim Asya’ari
K.H. Hasyim Asy’ari lahr di Gedang, Jombang, Jawa Timur, hari selasa 24 Dzuhijjah 1287 H atau bertepatan dengan 14 Februari 1871 M. Ayahnya bernama Kyai Asy’ari, ulama asli Demak, sedang ibunya bernama Halimah, putrid Kyai Usman pengasuh pesantren Gedang, tempat ia dilahirkan .
Masa kecil Asy’ari dijalani di pesantren kakeknya di Gedang, sampai usia 6 tahun. Tahun 1976, ia di ajak pindah ayahnya ke pesantren keras, pesantren yang dibangun ayahnya sendiri. Di pesantren ini, Hasyim kecil menerima pelajaran dasar-dasar keagamaan yang diberikan ayahnya sendiri.
Usia 15 tahun (1886 M), Hasyim berkelana dari pesantren, yaitu pesantren Wonokoyo, Probolinggo, Pelangitan, Tuban, Trenggilin, Madura, Pesantren Demangan dan terakhir dipesantren Siwalan, Surabaya. Di sawalan Hasyim menetap selama 2 tahun dan karena kecerdasannya, oleh Kyai Ya’kub, pengasuh pesantren tersebut, Hasyim dinikahkan dengan putrinya yaitu Khadijah.
Setelah menikah, Hasyim dikirim ke makkah oleh mertuanya untuk menuntut ilmu disana. Hasyim bermukim di makkah selama 7 tahun 1892-1899 M.
Selama itu beliau tidak pernah pulang, kecuali pada tahun pertama saat putranya yang baru lahir meninggal, yang kemudian disusul istrinya.
Selama di makkah. Hasyim belajar di bawah bimbingan ulama terkenal, seperti syekh Ahmad Amin Al-Athor, Sayyid Sultan ibn Hasyim, Sayyid Ahmad Zawawi, Syekh Ibrahim Arab, Syekh Sa’id Yamani, Syekh Soleh Bafadhol, Syekh Sultan Hasyim Daghastani, dan lain sebagainya.
Selain belajar kepada ulama Hijaz, di tanah suci, Hasyim juga berguru kepada ulama Indonesia sendiri yang mengajar disana, antara lain Syekh Ahmad Minangkabau dan Syekh Mahfuz Al-Termasi asal Jawa Timur. Setelah 7 tahun di makkah. Hasyim kembali ke tanah air dengan membawa bekal pengetahuan dan jiwa yang matang untuk berjuang menegakkan agama dan mengangkat derajat masyarakat dari kebodohan dan keterbelakangan.
Mula-mula hasyim mengajar di pesantren kakeknya, tapi kemudian mendirikan pesantren sendiri di daerah Tebu Ireng, Jombang, dengan santri mula-mula 28 orang. Desa Tebu Ireng adalah daerah rawan karena Masyarakatnya yang belum beragama. Mereka mempunyai mempunyai kebiasaan yang bertentangan dengan ajaran agama. Dengan kondisi social yang demikian, pesantren yang didirikan K.H. Hasyim Asy’ari banyak menghadapi tantangan dan gangguan. Akhirnya, bersamaan dengan perjalanan waktu, Tebu Ireng yang demikian kotor berubah menjadi daerah agamis.
K.H. Hasyim Asy’ari tidak hanya berjuang dalam bidang pendidikan. Tapi juga aktif dalam organisasi kemasyarakatan. Beliau pernah menduduki jabatan rais akbar pertama NU, tahun 1926-1946 M. K.H. Hasyim Asy’ari juga pernah menduduki jabatan ketua Dewan Majelis Islam A’la Indonesia (MIAI), kemudian sebagai pimpinan tertinggi Majelis Syura Muslim Indonesia (MASYUMI)
K.H. Hasyim Asy’ari meninggal pada tanggal 7 Ramadhan 1366 H / 25 Juli 1947, saat menerima utusan jenderal Sudirman dan Bung Tomo yang menggambarkan situasi di medan pertempuran di Surabaya dan Singosari, Malang. Menurut Kyai Ghufran, saat mendengar di Singosari, belanda banyak membantai rakyat tidak berdosa, K.H. Hasyim Asy’ari pingsan dan menjelang subuh hari ke 7 Ramadhan, K.H. Hasyim Asy’ari berpulang ke Rahmatullah, menurut dokter K.H. Hasyim Asy’ari terkena serangan hersembloending (pendarahan otak secara tiba-tiba). Guna mengenang jasa-jasa Almarhum, pemerintah Indonesia menganugerahkan penghargaan sebagai pahlawan kemerdekaan, berdasarkan keputusan presiden No 294 / 1964.

B. Pemikiran K.H. Hasyim asy’ari
1. Pemikiran K.H. Hasyim Asy’ari di bidang pendidikan
“suatu bangsa tidak akan maju jika warganya bodoh. Hanya dengan pengetahuan, suatu bangsa akan menjadi baik” . Ini pernyataa K.H. Hasyim Asy’ari ketika menyikapi kondisi pendidikan kita yang tebelakang, dan beliau membuktikannya dengan membuat pengajian-pengajian dan membangun pesantren. Diawali dengan 28 santri pada tahun 1899 M, dan telah mempunyai 2000 santri pada tahun 1909.
Dalm pendidikan pesantren K.H. Hasyim Asy’ari membawa perubahan baru sepulangnya dari makkah, antara lain beliau mengenalkan system madrasah, pada tahun 1916 M yang sebelumnya Tebu Ireng menggunakan system Sorogan dan Bandungan dan pada tahun 1919 M, mulai dimasukkan mata pelajaran umum.
Kurikulum madrasah sendiri, sejak tahun 1916 hanya terdiri atas pengetahuan keagamaan saja, tapi sejak tahun 1919 M, mulai ditambah dengan pelajaran Bahasa Indonesia, Matematika, dan Ilmu Bumi. Disamping itu K.H. Hasyim Asy’ari juga memperkenalkan system musyawarah dan diskusi kelas. System ini ternyata efektif untuk menumbuhkan kreatifitas santri. Hal ini setidaknya bisa dilihat dari kenyataan bahwa para santri senior yang telah menyelesaikan kelas musyawarah, dikemudian hari ternyata banyak yang menjadi Kyai ternama dan ulama seperti K.H. Abbas Buntet dan dari kelas santri terdapat nama-nama seperti K.H. Masykur, K.H. Syuki Ghazali dan K.H. Asim.
2. Tanggapan terhadap ide reformasi Muhammad Abduh
Saat Hasyim belajar di Makkah, Muhammad Abduh sedang giat-giatnya melancarkan gerakan pembaharuan pemikiran islam. Inti gagasan reformasi Muhammad Abduh adalah :
1) Mengajak umat islam untuk memurnikan kembali islam dari pengaruh dan praktek keagamaan yang bukan berasal dari islam.
2) Reformasi pendidikan islam di tingkat universitas.
3) Mengkaji dan merumuskan kembali doktrin islam untuk disesuaikan dengan kebutuhan kehidupan modern.
4) Mempertahankan islam.
Usaha Abduh merumuskan doktrin-doktrin islam untuk memenuhi kebutuhan kehidupan modern dimaksudkan agar supaya islam dapat memainkan kembali tanggung jawab yang lebih besar dalam lapangan social, politik, dan pendidikan. Dengan alas an ini, Abduh melancarkan ide agar ummat islam melepaskan diri dari keterikatan mereka kepada pola pikiran para madzhab dan agar ummat islam meninggalkan segala praktek tarekat .
KH. Hasyim Asy’ari setuju dengan gagasan Muhammad Abduh tersebut guna membangkitkan semangat islam, tetapi beliau tidak setuju dengan “pelepasan diri dari madzhab”. Beliau berkeyakinan bahwa kita tidak mungkin memahami maksud sebenarnya dari Al-Qur’an dan Hadits tanpa mempelajari dan meneliti pemikiran para ulama madzhab hanya akan menghasilkan pemutar balikan ajaran islam yang sebenarnya .
Mengenai tarekat, KH. Hasyim Asy’ari tidak menganggap bahwa semua tarekat salah dan bertentangan dengan ajaran islam. Ada tarekat yang benar dan sesuai dengan ajaran islam, dan ini dijelaskan dalam buku beliau yang berjudul “Al durar Al muntasyirah fi Masail Al-Tis’a’asyarah”.
3. Pemikiran tentang perjuangan melawan kolonialisme
Perjuangan melawan kolonialisme telah dilakukan bangsa Indonesia sejak datangnya penjajah, demi kebebasan agama dan bangsanya.
Sebagai seorang ulama yang anti penjajah, Hasyim Asy’ari senantiasa menanamkan rasa nasionalisme dan semangat perjuangan melawan penjajah. Hal ini dibuktikan dengan seringnya beliau mengeluarkan fatwa-fatwa yang non kooperatif terhadap colonial, seperti pengharaman transfuse dari darah dari ummat islam terhadap Belanda yang berperang melawan Jepang.
Juga tatkala masa revolusi Belanda memberikan ongkos murah bagi ummat islam untuk melakukan ibadah haji, KH. Hasyim Asy’ari justru mengeluarkan fatwa tentang keharaman pergi haji dengan kapal Belanda.
KH. Hasyim Asy’ari juga mengeluarkan fatwa yang sangat penting yang dikenal dengan “fatwa resolusi jihad” yang juga mendorong lahirnya sikap NU terhadap situasi bangsa saat itu. Isi dari fatwa tersebut adalah :
1. Bagi umat islam yang telah dewasa berjuang melawan Belanda adalah fardhu ‘ain
2. Mati di medan perang dalam rangka memerangi musuh islam adalah syahid dan masuk surga.
4. Karya-karya K.H. Hasyim Asy’ari
Beberapa karya buku yang ditulis K.H. Hasyim Asy’ari :
1) Adab Al ‘Alim Wa Al Muta’alim
Berisi uraian tentang tata cara murid dalam belajar dan kewajiban guru sebagai pendidik.
2) Ziyadah Al-Ta’liqat
Berisi jawaban terhadap syair syekh Abdullah ibn Yasin yang menghina NU
3) Al-Tanbihat Al Wajibah Liman Yasna’ Al Mulid bi Al Munkarat
4) Risalah Al Jama’ah
Berisi uraian tentang keadaan orang mati, tanda-tanda kiamat dan sunnah bid’ah
5) An Nur Al Mubin fi Mahabbah Sayid Al-Mursalin
Berisi tentang arti cinta rasul dan cara mengikuti rosul
6) Hasyiyah ‘ala fathi Syekh Zakaria Al Anshori Al Rahman bi Syarkh Risalah Al Wali
7) Al Durar Al Munqatirah fi Masa’il Tisa’ ‘asyara
Berisi tentang tariqat dan hal-hal yang berhubungan dengan tariqat
8) Al Tibyan fi Al Nahyi ‘an Muqatiati Al Arkam wa Al ‘Aqarib wa Al Ikhwan
Berisi penjelasan tentang pentingnya menyambung persaudaraan
9) Al Risalah Al Taihidiyah
Berisi tentang aqidah ahli sunnah wa al jama’ah
10) Al Qalaid fi Bayani ma Yajibu Min ‘alaqaid
Berisi tentang kewajiban-kewajiban dalam beraqidah

Tidak ada komentar:

Posting Komentar